Senin, 24 Oktober 2016

Dupa dengan harga ekonomis...
 5000 - 2000

 5000

 50000

 40000

35000

 2000

 5000

 5000

 7000
 5000

 6000

 3000
 10000

Jumat, 07 Oktober 2016

Esai Siswa

Temani, Temani Aku!
Karya Syahrila Indah Dewi Valentine
(Siswi SMK Negeri 3 Singaraja)

    Pers sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan jenis media dan saluran yang tersedia. Pers pada masa reformasi memberi ruang lebih terbuka dalam menyampaikan pemberitaan karena kegiatan jurnalisme dilindungi Undang-Undang. Pers di Indonesia dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 dalam melakukan kegiatan jurnalistik sehingga boleh melakukan kegiatan jurnalistik dengan media cetak dan media elektronik.
Masyarakat mencari informasi dari pers bermedia cetak sebelum masa reformasi. Namun, memasuki masa reformasi, pers marak bermunculan dengan sebutan jurnalisme online sehingga masyarakat dengan bahagia mencari informasi di jurnalisme online. Permasalahan yang muncul dengan adanya perkembangan teknologi salah satunya pers digeser oleh media sosial. Sesuai dengan Undang-Undang, pers di Indonesia harus memiliki badan hukum dalam kegiatan jurnalistik sehingga informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini berbeda dengan cuar-cuar di media sosial yang tidak mementingkan jurnalisme, tetapi mengabarkan informasi secara berlebihan, atau kurang pengolahan, bahkan cenderung tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Masyarakat lebih suka membaca situs-situs online, entah pers atau situs abal-abal untuk mendapatkan informasi, berita, opini, atau tulisan-tulisan yang telah dikumpulkan oleh wartawan serba cepat. Masyarakat sering menderita karena berita yang terlalu cepat ternyata kebenarannya cepat pula berubah, bahkan tidak  jelas atau meresahkan. Untuk mengonfirmasi kebenaran berita itu, masyarakat memerlukan teman untuk berdiskusi karena jurnalisme online kurang memberi ruang untuk bercuar-cuar dari hati ke hati. Akhirnya, masyarakat menemukan media sosial yang mampu memberikan pilihan berita dari teman ke teman dengan tautan. Masyarakat dari berbagai usia akan memilih teman sesuai dengan usianya sendiri, begitu pula remaja. Dalam petualangan mencari berita atau opini, remaja menemukan dunia lain, yang langitnya berwarna biru, seperti facebook dan Blackberry Masagge (BBM).
Mengapa langit biru menarik hati? Mengapa langit warnanya biru? Karena aku cinta kamu, karena langit itu luas seluas pengetahuan, karena langit itu jauh sejauh dirimu. Barangkali begitulah “gombalan” remaja zaman sekarang. Pernahkah memperhatikan warna langit? Warna biru yang terang menandakan bahwa cuaca sedang cerah, sedangkan warna langit yang gelap menandakan akan turun hujan dan terkadang hujan dapat membawa bencana. Itulah gambaran dunia lain yang mengubah pandangan remaja tentang pers.
Apakah Anda punya akun facebook? Dunia lain yang langitnya biru itu ada pada facebook. Aplikasi media sosial dengan ikon huruf f biru itu hampir selalu ada pada smartphone orang-orang pada masa ini. Lantas apakah hubungan langit biru dengan facebook? Sebenarnya tidak ada hubungannya, tetapi warna biru ini dianalogikan sebagai dampak atau pengaruh dari menggunakan facebook ini. Sama seperti langit, warna biru gelap di sini diidentikkan dengan dengan hal-hal negatif atau berdampak buruk, sedangkan biru terang disimbolkan sebagai dampak positifnya.
   Dewasa ini media sosial sedang booming dan kekinian, dari anak SD sampai nenek-nenek kadang punya akun media sosial. Namun, yang paling banyak digunakan saat ini adalah media sosial ciptaan Mark Zuckerberg, Facebook. Bahkan facebook ini sudah mencapai 1 milyar unduhan pada Google Playstore. Maka setidaknya sudah ada 1 milyar akun pada facebook. Fungsi modern facebook sebagai pers masa kini tentu tak lepas dari kecanggihan teknologi informasi.
Menjamurnya aplikasi ini telah menciptakan sejumlah pro dan kontra. Banyak orang menggunakan faceboook untuk berjualan mencari keuntungan, mencari informasi tentang teman lama, bahkan sampai bertemu anak kandung yang terpisah selama puluhan tahun. Tetapi di sisi lain, facebook juga menimbulkan kontra, yaitu maraknya kasus penipuan jual beli online, penipuan yang berujung pemerkosaan dan pembunuhan, bahkan yang baru baru ini ngetrend adalah jual beli like akun facebook. Sederhananya begini, ada suatu akun yang ngepost foto mengenaskan, entah itu foto anak terlantar, orang tua yang mengenaskan disertai caption “Klik like dan share bagi yang prihatin” atau “Komen amin jika Anda tidak mau orang tua Anda begini” dan semacamnya yang mengundang simpati publik. Fakta yang sebenarnya kadang tak seperti pada foto, oknum-oknum yang menjalankan akun itu hanya menginginkan like dan share dalam jumlah yang banyak.
Akun itu bisa dikatakan mencuri foto orang lain untuk digunakan sebagai foto profilnya. Lantas apa gunanya angka like dan share itu? Jadi begini, jika suatu akun sudah banyak like dan sharenya, maka sang pemilik akun akan menjual akun tersebut kepada pihak lain. Postingan yang awalnya berisi tentang hal-hal mengenaskan, akan diganti dengan produk iklan, supaya seolah-olah iklan tersebut mendapat ribuan bahkan jutaan angka like. Harga akun yang dibandrol juga tak main-main, anatar 25 juta bahkan 100 juta.  Postingan tersebut juga bisa dimanipulasi untuk kepentingan kampanye dan lainnya supaya seolah-olah banyak yang memberi polling lewat like tersebut. Seperti ini, akun facebook telah digunkan sebagai  bisnis gelap.
   Dari contoh  jual like tersebut, pelaku telah menjerumuskan dirinya ke dalam biru facebook yang gelap, yaitu menyalahgunakan media sosial untuk hal-hal yang negatif dan merugikan orang lain. Masih banyak lagi contoh lain karena penyalahgunaan  facebook ini. Yang terjadi baru-baru ini juga ada kasus pemerkosaan anak di bawah umur. Seperti yang dialami seorang siswi SMP di Depok, Jabar. Ia dilaporkan hilang sejak Sabtu (22/9/2012). Ternyata anak tersebut telah diculik oleh kenalannya dari facebook, bahkan korban sudah dicabuli sebanyak 4 kali dan dicekoki minuman keras. Korban tak bisa kabur karena diancam akan dibunuh. Ngeri kan? Satu pelajaran lagi, jangan mudah percaya pada orang yang baru dikenal, terutama lewat dunia virtual saja, alias facebook. Itu baru dua contoh, masih banyak lagi kasus-kasus dunia biru gelap facebook.
  Eh, tapi masih ada sisi biru terangnya kan? Bicara soal biru terangnya juga banyak, contohnya facebook bisa promosikan barang dagangan bagi yang berjualan, tapi ingat satu hal, jangan mempergunakan facebook ini untuk menipu customer, atau bahkan ada yang ditipu customer? Yang namanya bisnis harus siap mental dan modal, iya gak? Terus selain bisa jualan online, facebook dapat dengan mudah mengomunikasikan dengan teman-teman dari berbagai daerah dan negara, sekalian melatih bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Contohnya, ada seorang anak yang bertemu dengan ibu kandungnya setelah berpisah selama 27 tahun! Kok bisa? Bermula saat sang anak, Katheryn Deprill memasang foto dirinya yang membawa sebuah baner yang bertuliskan “Mencari ibu kandung saya. Ia melahirkan saya pada 15 September 1986. Ia meninggalkan saya di kamar mandi Burger King di Allentown, Pennsylvania, selang beberapa jam setelah saya dilahirkan. Tolong bantu mencarinya dengan membagikan kembali post ini. Terima kasih,” tulis Katheryn Deprill di FB. Upayanya membuahkan hasil, ternyata berkat  postingan tersebut ia dapat bertemu dengan ibunya, John Waldron. Sejatinya ibu kandungnya telah berupaya mencari dirinya semenjak Deprill menginjak usia 17 tahun. Mengharukan bukan?
Selain itu facebook  mempermudah remaja mengakses informasi dan dapat menghubungi teman-teman, sanak saudara, dan fitur tambahan yang baru adalah bisa video call. Tapi sekali lagi, yang menentukan remaja ada di jalur biru gelap atau biru terang adalah diri remaja sendiri. Solusinya adalah dengan meningkatkan kewaspadaan dan bijak dalam menggunakan segala bentuk kemajuan teknologi yang semakin pesat perkembangan. Jangan mudah percaya dengan informasi yang ada di dunia maya, karena belum tentu semuanya benar sesuai fakta. Jangan mudah percaya sama orang yang baru dikenal di facebook, contohnya jangan mau kalau diajak ketemuan dengan alasan-alasan yang kayanya tidak masuk akal, siapa tahu dia ingin menculik. Terus, jangan juga sembarangan memberi like pada suatu postingan  karena  siapa tahu kena tipu seperti yang sudah dijelaskan di atas, atau bahkan hal yang lebih merugikan lainnya.
Berkaitan dengan dunia jurnalistik, facebook telah banyak menggeser fungsi pers dalam artian pers tidak lagi menjadi lembaga penyiar berita, sebab banyak remaja lebih percaya pada kawan daripada orang lain yang belum dikenal atau bahkan sering membuat berita yang membingungkan atau terlalu cepat berubah tanpa memerhatikan kebenaran informasi yang disiarkan.
Teknologi 4GLTE sebagai gerbang revolusi digital Indonesia menjadi salah satu teknologi yang diluncurkan untuk memperlancar atau percepatan layanan akses internet sehingga pertukaran informasi terjadi lebih cepat, meningkatkan efisiensi, dan produktivitas penggunanya. Banyak orang dengan cepat mengunggah informasi melalui blog, facebook, atau website.
Jurnalisme online menjadi mainan masyarakat yang tidak betah berdiam diri. Remaja penggila dunia berlangit biru merasa tidak nyaman jika tidak mengakses informasi, lebih-lebih orang lain ingin mendahului untuk menyampaikan informasi. Remaja macam ini merasa cemas jika sedetik saja lebih lambat ketika orang-orang memacu kecepatan dengan berbagai alasan terutama dalam mengakses informasi. Ini cenderung sangat berbahaya bagi perkembangan remaja.
Parahnya, pers justru juga sedang dilanda cemas yang sama antara kecepatan dan kebenaran dalam kegiatan jurnalisme sehingga lupa dengan prinsip-prinsip jurnalisme seperti keringkasan (brevity prinsip), adaptasi (adaptability), kecepatan beralih ke media lain (scannability), perbincangan (interactivity), penembus komunitas (community and conversastion).
Prinsip keringkasan paling sering menjebak jurnalis dalam menyampaikan informasi karena ada banyak informasi yang hilang karena kurang pandai menemukan informasi penting atau sisi menarik dari sebuah peristiwa, sehingga informasi yang disampaikan menjadi cacat bahkan prematur sebelum diunggah. Saat inilah diperlukan pelengkap bagian-bagian yang hilang dari sebuah informasi, yakni bentuk tulisan yang lebih terurai, mengevokasi, mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Jurnalis yang bekerja di jurnalisme online tidak hanya mampu meringkas, tetapi menulis dengan setulus hati mencari sesuatu yang belum terungkap pada keringkasan sebuah laporan sebagai bentuk tanggung jawab. Oleh karena itu, jurnalis tidak hanya menyampaikan informasi melainkan menyampaikan nilai-nilai dalam keringkasannya.
Dengan prinsip adaptasi, jurnalis memerlukan keterampilan memilih dan memilah sebagai keterampilan mengadaptasi nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Keterampilan mengadaptasi ini sangat penting dalam jurnalisme, tetapi banyak juga jurnalis yang terjebak dalam pilihan informasi yang justru membentuk nilai-nilai negatif akibat pengulangan-pengulangan informasi. Sebagai contoh, pemberitaan yang diulang-ulang ditautkan, dibagi, atau disampaikan seseorang yang berada di dunia berlangit biru adalah pemerkosaan bocah. Yang diberitakan adalah bagaimana seseorang diperkosa. Jurnalis yang lemah dalam mengadaptasi informasi sangat sering melakukan hal ini, bahkan dengan bangga dan dengan cepat dionlinekan sehingga yang diingat bukan bagaimana polisi sampai menemukan pemerkosa, melainkan bagaimana cara memperkosa. Yang sangat parah adalah bagaimana seorang penjelajah dunia berlangit biru yang selalu berpikiran negatif mengadaptasi cara-cara memperkosa. Oh Tuhan, ini menyedihkan bagi jurnalisme online.
Prinsip kecepatan beralih ke media lain dianut oleh para jurnalis untuk membuat informasi menjadi menarik. Dengan segala upaya, seorang jurnalis berkolaborasi dengan imajinasi orang lain atau dirinya sendiri. Seorang jurnalis yang memahami benar prinsip ini, membuat informasi dibaca keseluruhan oleh pengunjungnya. Akan tetapi, jurnalis sering mengalami kecelakaan ketika menginformasikan sebuah kejadian bukan lagi tujuan utama, melainkan ketertarikan menjadi hal yang paling penting agar pembaca tidak segera beralih ke media lain. Saat seperti ini, seorang jurnalis haruslah menjadi unik, memikirkan sesuatu yang mungkin dipikirkan oleh jurnalis lain sehingga mampu membuat informasi yang belum disampaikan oleh jurnalis lain.
Jurnalisme online memungkinkan orang melakukan perbincangan/interaktif dengan lebih cepat. Interaksi ini sangat menarik karena sesorang bisa dengan cepat menyalahkan atau membenarkan informasi, atau hanya sekadar eksis di media massa. Dampak buruk dari sebuah prinsip yang dilakukan dengan kurangnya pemahaman adalah terjadi kekacauan antarpembaca yang berdampak prasangka, sengketa, bahkan perang. Prinsip ini harus diwaspadai oleh jurnalis online. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan mencerahkan warna biru. Harus ada semacam tanggapan cepat dari jurnalis jika terjadi kekacauan akibat tulisannya. Saat melakukan tugas ini, jurnalis harus kosentrasi pada keseimbangan antara kemampuan mengelola fisik, pikiran, dan perasaannya. Oleh karena itu, jika jurnalis tidak bisa berkosentrasi, sebaiknya interaksi ditutup agar kekacauan tidak berlanjut.
Ketika seorang jurnalis telah bugar, berpikir jernih, dan berperasaan lagi, barulah jurnalis melakukan prinsip menembus komunitas. Jurnalis bisa berinteraksi dengan cara mengklasifikasikan tanggapan pembaca terhadap beritanya, dan berusaha menembus komunitas itu dengan kehalusan pikiran dan perasaan, bahkan meluangkan waktu untuk bertemu pembaca secara langsung dengan video call. Selama ini, jurnalisme cetak cenderung menyembunyikan jurnalisnya dengan nama samaran/ kode. Akan lebih baik jurnalisme online tidak bersembunyi di balik perusahaan, melainkan menunjukkan diri dengan nama yang sebenarnya bahkan wajah sebenarnya dengan kecanggihan teknologi.
Kegiatan menunjukkan diri secara online justru menunjukkan tidak adanya hal yang disembunyikan sehingga konsumen jurnalisme online merasa yakin dengan kegiatan jurnalisme yang dilakukan sebuah komunitas pers.
Dengan prinsip-prinsip jurnalisme saja, seorang jurnalis belum tentu bisa berjuang di dunia berlangit biru. Begitu pula, dengan kemampuan menguasai teknologi saja, jurnalis sering lupa dengan prinsip-prinsip jurnalisme. Seorang jurnalis harus lahir dari perubahan, berubah dari gelap ke terang atau dari terang ke gelap. Sebagai seorang remaja, dunia berlangit biru seperti facebook menawarkan latihan-latihan menjadi jurnalis online yang bertanggung jawab sebelum memasuki dunia pers yang sebenarnya. Oleh karena itu, pemanfaatan Teknologi 4GLTE dalam petualangan di dunia berlangit biru, harus sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalisme.
Orangtua, guru, dan pemerintah, utamanya pers itu sendiri harus menjadi pengontrol para remaja dalam berlatih menjadi jurnalis, sebab teknologi hanya media. Sangat tidak berkemanusiaan jika kita menyalahkan keberadaan dunia berlangit biru yang sangat dicintai para remaja sebagai penyebab sebuah peristiwa buruk di sebuah negeri. Harus dipahami bahwa teknologi sangat cepat berubah, tetapi prinsip harus tetap ditanamkan dan dipertahankan. Orangtua sebainya mampu menjaga prinsip-prinsip yang baik. Guru sebagai pendidik harus betah menanam nilai-nilai yang baik di hadapan para siswa. Pemerintah harus cepat menemukan dan menyediakan teknologi yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup para remaja. Oleh karena itu, orangtua, guru, pemerintah, dan pers harus bersedia menemani para remaja dalam berlatih menjadi jurnalis.
Untuk mengingat betapa pentingya pers, teknologi, orangtua, guru, dan pemerintah, bagi remaja, dengarkanlah lagu Naff yang berjudul Bila Nanti Kau Milikku.

Esai ini dilombakan pada lomba menulis esai sma/smk se-Bali Politeknik Negeri Bali.  Sabtu, 8 Oktober 2016