Kamis, 27 Januari 2011

Nyoman Taman

Nyoman Taman
Karya Luh Arik Sariadi

Kemarau membawa nyamuk-nyamuk mencari tempat yang lebih nyaman, sama seperti Nyoman Taman yang senantiasa menginginkan tempat-tempat yang nyaman. Membersihkan bale kangin adalah pekerjaan yang memberikan kenyamanan. Di rumah ini, ia hanya seorang pembantu rumah tangga, tetapi karena tugasnya telah dilakoni sejak berusia delapan tahun hingga ia berusia 17 tahun saat ini. Nyoman Taman tidak pernah mengeluh walau pekerjaannya hanya menyapu, megepel lantai, atau merapikan alat-alat upacara di bale kangin.
Bale kauh adalah tempat peristirahatan bagi para pembantu sebelum malam benar-benar memenangkan pertarungan atas waktu. Namun, senja enggan mengajak Nyoman Taman bertempur. Nyoman Taman telah terlelap sejak jam lima sore tadi. Tidak terasa, upacara tolak bala yang telah dilakukan keluarga besar Ratu Agung selama empat hari telah menguras energinya. Nyoman Taman sangat lelap di bale kangin.
Galang kangin, asap hitam mengepul dari bale kauh. Bau kayu terbakar menyusup ke hidungnya. Asap menebarkan sesak ke dada Nyoman Taman.
Nyoman Taman : Gerah. Musim kemarau ini benar-benar marah. Sasih keenem benar-benar murka. Gunung meletus tiada henti menebar teror. Lalu siapa yang diteror? Bukankah Ratu Agung telah melakukan upacara-upacara besar untuk menolak bala? Warga desa juga mengiringi upacara itu dengan bakti yang tulus. Lantas mengapa sawah-sawah seolah pasrah dengan kemarau? MENGINGATKAN DIRI Eh... Ampura Dewa Ratu...Bukan maksud hamba lega seluk. Hamba hanya heran... mengapa kemarau disertai dengan banjir? Tanah longsor telah menyeret pohon-pohon yang baru ditanam Ratu Agung bersama pemerintah. Ratu Agung sudah membuat larangan-larangan agar warga desa tidak merusak ambengan yang mengikat tanah. Di hulu-hulu sungai, di bukit-bukit, pohon-pohon besar telah diupacarai supaya dengan sekuat-kuatnya menjaga tanah. HERAN. Hem...hem... Banyak sekali yang menganggap Ratu Agung sebagai orang tua yang konyol. Orang-orang berpendidikan yang telah berhasil di perguruan tinggi, mencoba menawarkan teknik-teknik baru agar tanah Ratu Agung diperbukitan tidak longsor. Eh, Ratu Agung malah menertawai pemuda-pemuda yang menawarkan proposal. Apa boleh buat? Bukan perkara uang sebetulnya Ratu Agung sampai menolak pemuda-pemuda itu. Proposal yang diajukan itu memang angkanya miliaran. Berapa miliaran itu? Ah, masa bodo! Kalau biliar, saya tahu. Di ujung desa ini, ada kape (maksudnya cafe) yang buka dari jam 5 sore sampai.... Waduh, sampai jam berapa ya? Ratu Agung tidak bisa melarang-larang karena itu bukan tanahnya. Lagi pula, dari pembicaraan I Ratu dengan tamu-tamu, kape itu sudah pakai pereddam suara sehingga suaranya tidak akan mengganggu warga. TERSADAR Waduh-waduh... omonganku yang penting yang mana ya? INGAT Oh ya.... sebagai seorang pemudi... aku perlu menimbang-nimbang apakah harus terus bertahan menjadi pembantu di rumah yang besar ini TAKJUB atau harus pergi. Barangkali ada salah seorang sarjana yang mau dengan saya.... SELENGEKAN Ya, ampun... saya kan cantik, ayu... Mestinya perempuan secantik saya, sudah banyak laki-laki yang naksir, tetapi mengapa tidak? MENUNJUKKAN KUKU-KUKUNYA Padahal, aku bisanya mengihur orang, seperti dengan menari, menyanyi, atau bercerita.
MATA YANG MASIH KANTUK DAN UDARA YANG PANAS, MENYEBABKANNYA TIDAK BETAH TIDUR DI BALE. IA TURUN DAN MEREBAHKAN TUBUHNYA DI LANTAI.
Nyoman Taman : Kalau panas sudah tidak bisa ditahan begini, itu biasanya akan panas juga desa ini. Kepala desa biasanya ada masalah. Penduduk biasanya melarat, menderita penyakit koreng, sakit kepala, atau yang menyedihkan terkena congek. Entah mengapa penyakit itu datang pada orang-orang misikin. Tabik kulun, syukur saya diberi mengabdi di sini. Asal perut kenyang, ya sudah tenang. Mmhh... tapi kalau terus-menerus di sini, jangan-jangan aku jadi perawan tua. Tidak ada yang melirik lantaran misikin, pembantu. Eit...saya masih lebih beruntung daripada jadi tenaga kerja luar negeri... Yah, pokoknya syukur! TERKEJUT Waduh... kok tambah gerah ya? Asap dari mana yang menghasut hidungku untuk tidak tidur lagi? TERBATUK-BATUK Aduh, Dewa Ratu.... Ratu Agung.... PANIK. Rupanya kebakaran! Ratu Bhatara, bale dauh kebakaran!

BLACK OUT
NYOMAN TAMAN HABIS DIPUKUL. KUKU-KUKU YANG DIISI CAT WARNA DAN SANGAR TERAWAT, KINI SUDAH DICABUTI OLEH PETUGAS KEPOLISIAN. WAJAHNYA YANG CANTIK MENJADI DIPENUHI TAMPARAN-TAMPARAN.
Nyoman Taman : Ternyata sama saja... Tenaga kerja luar negeri atau pun tidak sama saja. Apalagi menghadapi perempuan seperti saya yang selama ini tidak mempersiapkan diri untuk memperthankan diri. Saya tidak punya kemampuan bersilat, tidak punya ilmu kanoragan, saya bahkan tidak punya tabungan untuk membayar pengacara untuk mengadakan pembelaan. Uduh, Ratu Agung.... malang nasibku. Bukan salah saya jika kebakaran itu tidak menghanguskan saya. Ini adalah pertanda baik bagi puri karena pelayan seperti saya sudah selamat. Bukannya dimasukkan penjara seperti sekarang. Mana mungkin saya membakar teman-teman saya? Apa untungnya? Saya jauh lebih cantik dari mereka, jadi tidak mungkin saya iri hati kepada mereka. Saya sudah diperlakukan sebagai anak, mana mungkin melakukan penghianatan terhadap I Ratu. Kalaupun ada bekas bensin di sekitar bale kauh, masak saya yang membakar. Untuk beli rok saja saya tidak bisa, apalagi membeli bensin untuk bakar rumah? Harganya kan mahal, lagi pula langka. Pokoknya bukan saya yang melakukan. BERTERIAK. Pak Polisi! bukan saya pelakunya! Walaupun pada peristiwa itu saya tidak ada di bale dauh, saya ada di bale kangin. Waktu itu saya kelelahan hingga tidak terasa saya tidur pulas. Pak Polisi, coba selidiki orang lain! Di antara yang hidup, pasti masih berkeliaran pelakunya. Ratu Agung! Percayalah pada saya! Pasti ada yang ingin menghancurkan Ratu Agung karena Ratu Agung terlalu kaku! Siapa tahu ada orang yang sengaja membakar agar puri merasakan teror! Pak, walaupun saya hanya pembantu, tetapi saya banyak tahu tennag politik!
NYOMAN TAMAN TERUS BERTERIAK, TETAPI TIDAK ADA YANG PEDULI DENGANNYA.
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar