EMPING CONDET
Jika Anda kebetulan makan emping, barangkali
yang Anda makan itu emping condet. Dan jika pada suatu kali Anda menelusuri
jalan setapak yang lengang, sejuk, dan teduh di pelosok Condet, telinga Anda
pastilah akan mendengar bunyi ketukan bertalu-talu di sepanjang jalan itu,
bersahutsahutan dari rumah ke rumah. Suara itu tak lain dari suara penduduk
yang sedang ngemping. Kalau Anda melongok sedikit, hampir di depan setiap
rumah
terlihat emping yang sedang d.empur, diletakkan di atas anyaman bambu di atas
tanah.
Yang memegang peranan utama dalam membuat
emping adalah buah melinjo. Pohon melinjo banyak d.umpai di antara rimbunnya
pepohonan di Condet. Konon dahulu, jika buah melinjo sedang masak, seluruh
pohon kelihatan merah menyala. Daunnya yang h.au tidak tampak sama sekali.
Apabila buah melinjo diturunkan, hasilnya antara 50-80 liter. Tapi sekarang
merosot sampai 20 liter saja dalam sekali musim, yang biasa dipanen 2 kali
dalam setahun. Lagipula sekarang tidak banyak pohon melinjo yang diizinkan
berbuah karena harus digunduli dan sekali dalam 5 hari pucukpucuk daunnya yang
muda dipetik kemudian d.ual. Pasti laris karena daun itu merupakan bahan utama
untuk sayur asem. Sekeranjang daun melinjo harganya antara Rp 300,- sampai Rp
700,- tergantung cuaca. Makin
panas suhu, makin tinggi harga daun melinjo.
Namun,
konsumsi sayur asem yang luar biasa ini telah sangat mengurangi produksi buah
melinjo, sedangkan ‘pabrik’ emping harus bekerja terus untuk mendatangkan
income sampingan bagi penduduk Condet. Apa akal? ‘Impor!’ sekitar 70 s.d. 80%
buah melinjo yang diemping di Condet sekarang ini adalah barang ‘impor’ dari
Lenteng Agung, Pondok Bambu, Serang, dan daerah lain di sekitar Jakarta.
Kendati
demikian, kesibukan memetik bauh melinjo masih merupakan acara tetap musiman di
Condet. Pagi-pagi sang bapak dibantu anak lelakinya akan menurunkan semua buah
melinjo, lalu meletakkannya di beranda atau di pakarangan rumah. Semua anggota
keluarga segera turun tangan memisahkan melinjo yang sudah masak betul dari
yang belum begitu masak yang segera dapat d.ual untuk campuran sayur asem. Buah
yang masak yang segera dikupas kulitnya. Anak-anak tetangga yang berkerumun
menonton biasanya turut bantu mengupas. Untuk setiap liter melinjo bersih
mereka dapat upah Rp 20 dan seorang anak yang cekatan dapat menyelesaikan 5
liter dalam waktu 2 jam. Lumayan. Kulit melinjo yang merah ini tidak pula
dibuang begitu saja. Setelah direbus sebentar lalu dikeringkan, dan siaplah
kulit ini untuk d.adikan campuran sambal goreng, opor, lodeh atau pun kalio.
Bisa juga diiris panjang-panjang dan digoreng bersama ikan teri, dengan cabai,
atau tidak.
Jika
buah melinjo yang bersih sudah tersedia, pekerjaan membuat emping dapat
dimulai. Untuk ini, dibutuhkan sebuah tungku dengan kayu bakar dan sebuah kuali
tanah, sedikit pasir, sebuah landasan dari batu (untuk ini banyak digunakan
ubin bekas dari sisa bongkaran rumah zaman dulu, yang tebalnya sampai 5 cm dan
panjang/lebarnya 60 cm), martil besi dan anyaman bambu untuk tempat menjemur.
Memang mulai banyak juga orang yang menggunakan kompor minyak tanah dan kuali
baja atau aluminium, tapi barang-barang ini masih dipandang sebelah mata oleh
orang Condet.
Nah,
bila semua sudah siap, buah melinjo digongseng bersama pasir, di dalam wajan
yang diletakkan di atas tungku yang apinya kecil. Ini dilakukan sebentar saja,
3-5 menit, tapi sementara itu buah mesti terus diaduk. Yang sudah mulai hangus
kulitnya segera diangkat, ditegakkan di atas sepotong papan kecil, dan ditokok
pelan dengan martil. Kulitnya segera pecah, lalu isinya diletakkan di atas
landasan dan ditokok lagi dengan martil sampai pipih. Setelah pipih, sudah
kelihatan seperti emping.
Karena
masih basah, emping ini dipindahkan ke anyaman bambu untuk d.emur. Mengangkat
emping basah dari landasan ke anyaman bambu memerlukan teknik tersendiri. Jika
buah melinjonya cukup tua dan menggongseng tepat, emping basah itu akan mudah
diangkat, seperti mengangkat kue dadar kecil dari wajan. Kalau salah satu atau
kedua persyaratan itu tidak terpenuhi, terpaksa digunakan sejenis alat, yaitu
sekeping kecil seng yang digunakan seperti pisau khusus untuk menyayat emping
basah itu dari landasan batu.
Sementara
itu, buah melinjo terus dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam kuali, dan
yang sudah masak langsung dikeluarkan, dikupas, dan dipipihkan.
Biasanya
satu tim pembuat emping terdiri atas seorang ibu dengan dua anak gadisnya.
Mereka bertiga dapat menyelesaikan 10 liter melinjo dalam waktu 7 jam, mulai
dari pukul 8 pagi sampai pukul 3 sore, diselang-seling tugas-tugas lain seperti
memasak, mencuci, dan sebagainya. Apabila yang mereka kerjakan bukan melinjo
hasil kebon sendiri, artinya apabila yang mereka mengambil upahan membuat
emping, untuk mengerjakan 10 liter melinjo mereka memperoleh Rp 600.
Emping
yang dihasilkan dari 10 liter melinjo itu adalah sekitar 4 kg, kering. Kalau
harga jual borongan emping sekitar Rp 1150 per kilogram, dapat Anda perhitungkan
sendiri mana yang lebih menguntungkan antara mengizinkan pohon melinjo berbuah
atau menjual pucuknya untuk konsumsi sayur asem. Orang Condet melakukan
keduanya.
Emping
‘satu melinjo’ jarang dibuat di Condet, kecuali atas pesanan. Yang banyak dibuat
adalah emping ‘multimelinjo’ yang ukurannya besarbesar. Ada emping 8 melinjo,
12 melinjo (yang paling banyak dibuat), bahkan ada yang 30 melinjo, yaitu
emping besar yang garis tengahnya mencapai 25 cm dan banyak d.umpai di
restoran-restoran besar. Untuk emping ukuran besar ini, ada cara pembuatan
tertentu. Mula-mula dibuat dulu bentuk bulan sabit, kemudian setengah
lingkaran, baru sesudahnya lingkaran penuh yang rapi. Melihat proses ini, tidak
dapat tidak timbul ide, dapatkan misalnya emping dirancang bentuknya menurut
pesanan? Untuk merayakan ulang tahun anak Anda barangkali Anda ingin emping
berbentuk Tongki Bebek? Atau bintang? Belum pernah dicoba, memang. Anda mau
pesan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar